• Sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum

    Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start blogging!Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam. Etiam augue pede, molestie eget, ...

  • Category name clash

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam. Etiam augue pede, molestie eget, rhoncus at, convallis ut, eros. Aliquam pharetra. Nulla in tellus eget odio sagittis blandit. ...

  • Test with enclosures

    Here's an mp3 file that was uploaded as an attachment: Juan Manuel Fangio by Yue And here's a link to an external mp3 file: Acclimate by General Fuzz Both are CC licensed. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, ...

  • Block quotes

    Some block quote tests: Here's a one line quote. This part isn't quoted. Here's a much longer quote: Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. In dapibus. In pretium pede. Donec molestie facilisis ante. Ut a turpis ut ipsum pellentesque tincidunt. Morbi blandit sapien in mauris. Nulla lectus lorem, varius aliquet, ...

  • Contributor post, approved

    I'm just a lowly contributor. My posts must be approved by the editor.Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam. Etiam augue pede, molestie eget, rhoncus at, convallis ut, eros. Aliquam pharetra. Nulla in tellus eget odio sagittis blandit. Maecenas at ...

Oleh Dika Kurniawan

Langakahku terpaku terdiam dalam lamunan di depan pintu rumahku. Tak ada lagi tawamu, tak ada lagi candamu dan tak ada lagi kehangatan pelukanmu, hingga terasa angin sore, batu dan bunga itu menertawakanku atas kesunyian jiwa ini, namu gagang pintu itu seakan menarik tanganku untuk segera mengakhiri lamuanku dan bergegas membuka ruang hampa tawa di dalam rumahku. Perlahan namun pasti, akhirnya daya jiwa ini mampu membuka pintu ruang tamu dan hawa sepimu langsung menyapaku di dalam lesu serta lelahku. Langkahku mengajakku untuk merebahkan pundak ini di sofa merah hati ini. Dalam istirahatku disini, teringat betul manjamu yang sering menghiburku dalam lelahku, the manismu yang membanjiri dahagaku dan kata-kata sayangmu untuk menyenangkan hatiku, namun sekarang semua itu hanya palsu, hanya ada vas bunga yang mengacuhkanku, guci-guci cina yang tak sudi menyapa dan lukisan mahal yang tak mau mengenalku. Aku serasa asing disini, bagai tak berada dalam rumah sendiri, namun nyatanya ini dalah rumahku dan sekaligus rumahmu yang kita tinggali bersama dalam menuai cinta.

Alam sadarku mulai menampakkan hidupnya, akhirnya aku bertekat untuk sejenak menghilangkan kesunyian di jiwaku ini. TV pun aku nyalakan & tiba-tibaku lihat tayangan berita yang membveritakan tewasnya seseorang dalam pertandingan beladiri. Teringat kembali tentangmu, kesunyianpun menghinggapiku lagi, dalam hatiku berkata,”Seharusnya aku sudah siap untuk semua ini, namun kenapa hatiku rapuh saat kau tak ada di sampingku? Sungguh tak adil kehidupan ini, membiarkanku terombang-ambing tanpa kau dan tanpa cinta disisiku.”

Detik demi detik ku lalui dengan terdiam, dalam usaha membimbing nafas & fikiran untuk menuju keadaan normal. Akhirnya aku melangkah menuju balkon, bermaksud merampas hawa sejuk dari alam. Aku berdiri di balkon rumah, memandangi sesuatu disekitarku, terlihat tanaman hias yang tak mau menghiburku, hanay ada sepasang ikan koi yang melambangkan keberuntungkan ini yang mau bersamaku, namun mereka seakan memandangiku dengan tatapan tajam.

“Sudahlah, mungkin sudah nasib kalian akan mati kelaparan karma bidadariku telah pergi dan tak akan ada yang mengurus kalian lagi. Aku tak akan sudi memberi makan dan merawat kalian. Apanya yang ikan membawa hoki? Semua itu bohong, semua itu palsu. Mereka ternyata memberimu julukan si ikan hoki hanya untuk mengangkat derajatmu, yang notabennya adalah ikan murahan.”

Namun mereka seakan tak memperdulikan ucapanku, tapi mereka semakin menjadi-jadi, tatapan mereka semakin tajam memandangku seakan mereka menyalahkanku atas meninggalnya bidadariku.

“Diamlah kalian, kalian tak tau apa-apa, bukan aku yang membunuh dia, salahkan para wasit/pelatih pertandingan itu, kenapa mereka memaksa bidadariku bertanding dalam kejuaraan beladiri itu, padahal jelas-jelas dia sudah menolaknya. Aku tak tau apa-apa dengan pertandingan kemarin.”

Aku lalu mencoba bergegas berjalan menuju kamar tidurku sambil berusaha mengusap air mata kekesalan dan kesedihan ini. Tiap lantai yang ku pijak seakan memalingkan wajahnya, tiap hiasan dinding yang ku lewati seakan mengacuhkanku. Mereka semua seakan sefikiran dengan ikan koi tadi, mereka seperti menyalahkanku atas kematian bidadariku. Lalu ku percepat langkah kaki ini untuk mencapai lautan kasur yang ku tuju dengan harapan segera lepaslah pengap-pengap kesedihan ini untuk sementara.
Sesampainya di tempat tidur ini aku segera merebahkan badanku yang sudah tak berdaya oleh ranjau-ranjau fikiranku sendiri. Kulihat disekelilingku kenang-kenangan kita berdua yang masih tersusun rapi pada tempatnya, mereka seakan ikut berduka, mereka seakan juga merasakan apa yang kurasakan selama ini. Ku ambil foto kita berdua yang sedang bermesraan di atas m,eja kecil itu, aku usap gambarmu, aku cium wajahmu & ku peluk erat foto ini. Sungguh jiwa dan raga ini sangat rindu padamu. Wajahmu masih terukir jelas di dalam lubuk hati ini, bagai ukiran di atas besi baja yang tak akan pudar oleh ruang dan waktu.

“Aku rindu padamu sayang, kau adalah pujaan cintaku. Kau yang mengajariku tentang pengorbanan cinta, kau yang mengajariku tentang cinta sejati, namun kenapa saat ini kau pergi, sungguh kau tega padaku. Tega! Tega!"

Akupun hanyut dalam kehidupan maya ini. Lalu tiba-tiba terdengar suaranya yang tegas & menggunakan nada tinggi. “ Sayang, bangunlah apanya yang tega? Lihatlah, kau mengeluarka air mata! Cepatlah bangun sayang.”

Akupun langsung kaget dan langsung membuka mata ini sambil terengah-engah. Ku berusaha mengatur nafasku sejenak.
“Sayang, kau masih……….”
Belum aku selesai bicara, dia langsung memotong ucapanku.
“Kau ada apa sayang? Lihatlah, air matamu ada di pipimu. Kau mimpi buruk?” sambil menggunakan nada lembut.
“Ti…,tidak sayang.”
Aku pun terdiam sejenak dan di dalam hatiku berkata, “Syukurlah ternyata kejadian tadi hanya mimpi burukku semata. Seharusnya aku menuruti kata ibuku dulu, yang menyuruhku berdoa ketika akan tidur.”

Akupun spontan langsung memeluk bidadariku dan mencium keningnya seraya berkata,”I Love you sayangku.”
Diapun hanya menjawab, “Aneh sekali kau hari ini sayang. Ada apa sebenarnya dengan dirimu?”
Aku hanya tersenyum dan segera bergegas meninggalkan tempat tidur untuk menuju kamar mandi supaya lekas berangkat kerja seperti hari biyasa.


0 komentar to "Ketika Kau Mati"

Posting Komentar

Blog tentang Beladiri dan Karya sastra saya

About Me

Foto saya
kediri, jawa timur, Indonesia
blog ini berisikan hoby saya (Beladiri) dan mengenai kesukaan saya (menulis puisi, cerita). Maka bila artikel artikel di blog saya ada yang tidak berkenan, saya mohon maaf.
Dika's Blog. Diberdayakan oleh Blogger.

Daftar Pengunjung

Translater

English French German Spain

Italian Dutch Russian Brazil

Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google